Sabtu, 18 Maret 2017

Makalah BK Keluarga Islam (Memilih Calon Istri dan calon Suami)






MEMILIH CALON ISTRI DAN CALON SUAMI 



 
 
DISUSUN KELOMPOK : 1


              BETRYA HALIMAH
HERWIN
NEILA RAHMA ARFINA
SEPTIANA DWI SAPUTRI


JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
PEKANBARU
2016


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.Atas berkah dan inayah-Nya penulisan makalah Memilih Calon Istri dan Calon Suami ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad Saw. Karena beliaulah kita dapat menikmati alam yang terang benderang ini.
Penulisan dari makalah Memilih Calon Istri dan Calon Suami ini merupakan tugas kelompok yang harus diselesaikan. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat mendorong dan membantu para mahasiswa/i dalam proses perkuliahan. Adapun bagi para pembaca makalah ini berguna terutama untuk menjadi konselor yang baik sesuai ajaran Agama Islam.
Akhirnya  kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Mudah-mudahan Allah Swt. membalas amal baik tersebut.Amin.


                                                Pekanbaru, 25 September  2016


                                                                                      Penulis



DAFTAR ISI

 KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat.............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Memilih Calon Istri dan Calon Suami................................................................ 3
2.1.1 Memilih Calon Istri......................................................................................... 3
2.1.2Wanita Yang Tidak Boleh Dinikahi............................................................... 12
2.1.2 Memiih Calon Suami..................................................................................... 12

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 17
3.2 Kritik dan Saran............................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18

 



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kita sekarang dalam keadaan hidup, yang umur kita bermacam-macam, dimana dari hari ke hari umur kita bertambah panjang dan yang tinggal dari umur kita bertambah singkat. Akhirnya manusia yang hidup dalam waktu-waktu sekarang ini sedikit dei sedikit akan habis dan diganti oleh generasi baru. Allah menciptakan alam semesta ini dan diciptakan-Nya malaikat dan jin yang masing-masing diberi tugas untuk memperhambakan dirinya kepada Allah. Kemudian Allah menciptakan manusia dari unsur yang berbeda dari unsur kejadian malaikat dan jin. Ia menciptakan manusia dari tanah: yaitu Nabi Adam AS, lau ditempatkan-Nya di bumi, sesudah bumi ini dipersiapkan untuk manusia.
Dari tubuh Adam Allah menciptakan pasangannya yaitu Hawa agar hidup tentram dengannya, dan agar dapat menjalankan tugas-tugasnya selama hidup duniawi. Sekirnya Adam dan Hawa tidak memaksiati perintah Allah ketika mereka berada dalam surga pasti mereka akan tetap selamanya di dalam surga dan tidak akan turun ke bumi. Tetapi syaitan yang dimurkai Allah karena dia tidak mau sujud kepada Adam ketika Allah memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan jin supaya bersujud kepada Adam.
Oleh karena itu manusia sudah mempunyai pasangannya laki-laki dna perempuan, dan membina hubungan rumah tangga. Dan untuk memilih calon istri atau calon suami dalam makalah ini membahas bagaimana cara memilih calon istri dan calon suami sesuai dengan ketentuan Allah.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana cara memilih calon istri?
2.      Bagaimana cara memilih calon suami ?
3.       
1.3  Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      mengetahui bagaiman memilih calon istri yang sesuai dengan ajaran Islam dan ketentuan Allah dan Nabi
2.      mengetahui bagaiman memilih calon suami yang sesuai dengan ajaran Islam dan ketentuan Allah dan Nabi

1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi pembaca dan penulis khususnya. Dan sebagai bahan pelengkap proses belajar mengajar.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Memilih Calon Istri dan Calon Suami
2.1.1 Memilih Calon Istri
            Sesungguhnya pernikahan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi insting dan berbagai keinginan yang bersifat materi. Lebih dari itu, terdapat berbagai tugas yang harus dipenuhi, baik segi kejiwaan, ruhaniah, kemasyarakatan yang harus mwnjadi tanggung jawabnya. Termasuk juga hal-hal lain yang diinginkan oleh insting manusia. [1]
            Dari sini tidak diperkenankan memilih istri hanya terbatas dari segi fisik, dengan mengesampingkan sisi lainnya. Bahkan harus memelihara tujuan-tujuan secara keseluruhan dan menjamin pemenuhan atas tujuan tersebut. Kepuasan batin bisa tercukupi dengan kecantikan dan keindahan, namun tidak dapat mencukupi dalam pemuasan kerinduan ruh dan keinginan jiwa seperti ketenangan, cinta, dan keamanan.
            Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam memilih calon istri. Pertama, status pribadi yang menjadikannya dirinya halal untuk dikawini. Kedua, sifat-sifat dirinya demi terpenuhinya kebahagiaan hidup berkeluarga serta tercapainya tujuan utama perkawinan. Dalam kehidupan berumah tangga seorang wanita tidak hanya berperan menjadi seorang istri atau pendamping suami saja, tetapi juga sebagai ibu dari ank-anaknya, pengatur rumah tangga, tempat suami menumpahkan  rahasia dan mengadukan nasibnya, ibu adalah tempat belajar pertama bagi anak-anaknya, tempat pembentukan emosi dan pendidikan bahasanya, tempat anak memperoleh tradisi, mengenal agama dan latihan bermasyarakat. [2]
Berkaitan dengan aturan dalam memilih istri, Al-quran telah banyak membicarakan dalam beberapa ayat berikut.
Allah berfiman:
ƒ
Artinya :Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain. Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Annisa :25)
Ÿ
Artinya :  Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.(QS.Al-Baqarah (2):221)

Artinya :Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.An-Nur (24): 32)
Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Istri memiliki sifat-sifat tinggi yang mehiasinya. Seoranag yang menginginkan pernikahan hendaknya menempatkan istrinya di depan kedua matanya. Hendaknya ia menyelidiki dan mencari perempuan yang memiliki sifat-sifat tersebut ketika ia memilih istrinya, seperti yang difirmankan Allah 

Artinya: Jika nabi menceraikan kamu boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.(QS.Attahrim(66): 5)
Ayat-ayat ini menyebutkan semua sifat-sifat yang diinginkan dan diharapkan dalam membangun rumah tangga yang tenang,aman,kokoh yang mampu membangkitkan sesuatu yang disandarkan padannya seperti tanggung jawab, dan mampu melaksanakan misinya di masyarakat.
Sifat yang utama adalah Islam, dengan arti taat dan patuh kepada Allah. Istri memiliki bagian ketaan kepada Allah dan rasul-Nya. Memelihara perintah-perintah agama. Mudah mematuhi suaminya dan mengikuti perintahnya dalam semua hal kecil kecuali suami memerintahkannya untuk berbuat maksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Maka tiada ketaatan diperbolehkan karena sesungguhnya tiadalah ketaatan kepada makhluk dalam mendurhakai sang khaliq.
Istri memiliki sifat iman kepada Allah, yakni memenuhi dengan cahaya dan keyakinan. Imannya menjadi pokok ketaatan kepatuhan pada perintah Allah, mendorong amal perbuatan dengan hati yang ridho, tenang, konsisten, tanpa ada rasa riya dan tidak menampakkan ketaatan, mengerjakan pekerjaan istri dengan ketenanagn hati dan berhubungan dengan keindahan dan kebaikan.
Sifat berikutnya adalah taubat, yaitu menyesali terhadap maksiat telah terjadi dan menuju ketaatan. Istri yang menghiasi diri dengan sifat ini, memungkinkan baginya untuk mendapatkan sesuatu yang telah luput darinya. Juga berbagai kebaikan jiwa dan indrawi bagi suaminya dan segenap anggota keluarga dan masyarakatnya.
Istri memiliki sifat ibadah,  dalam firman Allah “ Perempuan-perempuan yang beribadah”. Ibadah adalah media untuk berhubungan kepada Allah, mendekatkan dan menyerahkan diri kepada-Nya.
Istri memiliki sifat menggembara, yaitu berpikir tentang ayat-ayat Allah yang berada di alam, memikirkan isyarat-isyarat wahyunya.
Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي هريرة رضي الله عنه عن نبي صلي الله عليه و سلم  قال تنكح المراة لاربع  لمالها ولحسابها وجمالها ولدينها  فظفر بذات الدبن تربت بداك (متفق علبه)                                                           
Dari Abu Hurairah, dari Nabi bersabda:  Seorang wanita dinikahi karena empat hal: kekayaannya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, tetapi pilihlah yang beragama agar hidupmu bahagia”. (HR.Mutafaq Alaih)
Menurut  Zuhdi Muhldor, pengertian “ beragama” di situ adalah agama Islam serta motivasi dan kepentingan agama secara luas. Sehingga, kalau calon istri dan keluarganya mempunyai motivasi keberagamaan secara kuat, atau dengan mengawani calon istri tersebut suami nantinya dapat melakukan dakwah Islamiyah, maka kawin dengan calon istri tersebut juga telah memenuhi sabda Nabi SAW di atas. [3]
Pada hadis Nabi yang mulia diatas, Rasulullah membagi keinginan pernikahan dari segi tujuan pokok dalam pernikahan dari segi tujuan pokok dalam pernikahan pada empat bagian:
1.      Memilih istri dari segi kepemilikan hartanya: agar ia tertolong dari kekayaannya dan dengan itu ia terpenuhi segala kebutuhannya, agar dapat membantu dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi dengan mengubah pandangan atas kewajiban kepemilikan harta dengan agama tanpa adanya kewajiban.
2.      Memilih istri berdasrkan nasabnya: nasab istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak orang. Seperti seorang yang berusaha mengambil manfaat dari nasab istri untuk kemuliaan serta ketinggian kedudukan dan sebagainya.
3.      Memilih istri hanya berdasarkan perasaan akan kecantikannya: dengan alasan bahwa dalam pernikahan mencakup kecantikan untuk bersenang-senang sehingga mendorong untuk menjaga diri dan tidak melihat perempuan-perempuan lain dan juga tidak melakukan perbuatan yang dibenci Allah.

Dan kami mengatakan
      Sesungguhnya menjaga diri, tidak melihat pada perempuan-perempuan lain, dan menjauhi larangan Allah berdasarkan :
a.       Memenuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya
b.      Mengikuti ajaran Nabi dan perilakunya dalam kehidupan
c.       Mengambil manfaat kehidupan orang-orang shaleh dari umat Nabi
Sesungguhnya Rasulullah telah memperingatkan tentang pernikahan dengan hanya melihat harta atau kecantikannya saja.
  من تزوج امراة لحسنهن لم يوده الله الا ذلا   ومن تزوج لمالها لم  يزده الله الا فقرا  ومن تزوجها لحسابها لم يزده الله  الا دناءة  ومن تزوج امراة لم يرد بها الا ان يغض بصره  ويحسن فرحه او يصل رحمه باركالله له فيها وبارك لها فيه                                                                                                                                                  
Artinya : “Barang siapa menikahi perempuan karena kemuliaannya maka Allah tidak akanmenambahkan baginya kecuali kehinaan, dan barang siapa menikahinya karena hartanya maka Allah tidak akan menambahkan baginya kecuali kefakiran, barangsiapa menikahi perempuan karena nasabnya maka Allah tidak akan menambahkan baginya kecuali kehinaan, barangsiapa menikahi perempuan yang tiada diinginkan kecuali untuk menjaga pandangan dan menjaga kemaluannya atau untuk menghubungkan tali silaturahmi maka Allah akan memberkahinya dan memberkahi perempuan itu dalam pernikahannya.”
4.      Adapun anjuran memilih istri karena agamanya
Rasulullah telah mempertimbangkan bagian ini sebagai landasandalam memilih istri. Karena perempuan yang beragama meskipun tidak cantik secara fisik, agama merupakan masalah yang perlu dipertimbangkan. Kualitas agama berbeda antara individu satu dengan yang lainnya. Perempuan yang baik agamanya memiliki keutamaan yang lebih baik daripada kecantikan fisik. Ia dapat menyenangkan hati dan baik perilakunya.  Rasulullah SAW bersabda:

Maka pilihlah perempuan karena agamanya
Artinya, tetaplah pilih perempuan yang beragama meskipun  sifat yang telah disebutkan tidak terdapat pada perempuan yang dinikahi, adapun tiga hal yang utama:
a.       Harta-harta milik perempuan, meskipun banyak dan bermacam-macam jumlahnya
b.      Penempatan keluarganya dalam kemasayarakatan yang luhur
c.       Kecantikan, keagungan, dan pesonanya

Semua itu merupakan perhiasan dunia, dapat diketahui dari kenyataan hidup sekarang  bahwa sesuatu yang tidak tetap dalam keadaaannya; harta, banyak menjadi penyebab kerusakan dan kehilangan, nasab yang ada menjadi penyebab perubahan dan perpindahan, kecantikan fisik tidak akan berlangsung lama. Bahkan akan pudar dengan cepat. Adapun agama akan tetap disebut dan diingat sampai seorang meninggal dunia. Oleh karena itu, Rasulullah memperingatkan dalam masalah perempuan yang tidak beragama baik, meski terkumpul tiga sifat yang utama diatas, untuk mencintai seorang yang beragama baik meski ia tidka mempunyai tiga sifat tersebut.
Jika seorang perempuan baik agamanya dan juga memiliki tiga sifat itu, tiada halangan untuk memilih dengan kriteria ini. Sungguh hal yang itu menambah kebaikan jika ada seseorang perempuan yang baik agamany, berharta, cantik dan keturunan yang baik. Adapun yang dilarang ketiga sifat-sifat ini tanpa disertai agama yang baik.[4]
Pemilihan agama dan dorongan memilihnya dimaksud bahwa kebahagiaan dalam agama Islam dalam ketetapan agama dan kehidupannya harum mewangi, karena istri yang tidak beragama memiliki kepedulian terhadap suami dan kerabatnya seperti ia tidak kuasa menghadapi musibah, ia tidak teguh dalam musibah dan tidak bahagia dalm hidup.
Sesungguhnya kecantikan perempuan, daya taraiknya, harta dan keturunannya tidak akan menenagkan padanya, membahagiakan keluarganya, dan kadang keistimewaanya berbalik arah menjadi bahaya-bahaya yang merusak dan angin badai.
Adapun tujuan pernikahan yang hanya didasarkan pada aspek kecantikan atau harta, maka itu hanya terbatas pada kebutuhan dunia tanpa mempertimbangkan kebutuhan ruhani.  Dengan demikian, ia telah jatuh dalam perangkap hal-hal bersifat lahiriah tanpa mempertimbnagkan unsur lainnya.[5]
Orang yang menikah dengan mempertimbangkan tiga hal tersebut yakni harta, kecantikan, nasab mengharapkan kebahagiaan dan keamanan. Ketika ia bersama dengan istri yang tidak beriman dengan baik dan tidak berada pada jalan yang lurus dan terang, maka jika kendalinya membawa pada arus nafsu yang bergejolak, akan mendorong dirinya untuk bersenang-senang dan kenikmatan yang tidak dibatasi dengan keutamaan dan dasar pokok, sehingga tidak mencapai tujuan utama pernikahan dan menjadi jauh dari keamanan dan kebahagiaan.

1.3.1        Wanita Yang tidak boleh dinikahi
Seorang laki-laki halal menikahi wanita yang tidak memiliki ikatan pernikahan, bebas dari iddah dan bebasa dari semua penghalang pernikahan lain, meskipun pernah didahului orang lain.[6]
·         Mahram karena nasab ada 7 golongan:
Ibu, nenek dan seterusnya baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Anak perempuan (putri), cucu perempuan, saudara perempuan sekandung seayah ataupun seibu
Saudara perempuan bapak (bibi)
Putri saudara perempuan (keponakam) sekandung, seayah atau seibu
Putri saudara laki-laki sekandung atau seayah seibu( keponakan)
·         Mahram karena penyusuan ada dua golongan
Ibu yang menyusuinya. Saudara perempuan sepersusuan
·         Mahram karena musyawarah ( kekeluargaan karena pernikahan)
Istri bapak ( ibu tiri), istri anak , istri cucu dan seterusnya.
Ibu mertua, anak perempuan istri
2.1.3 Memilih Calon Suami
            Tidak hanya terdapat pada laki-laki, agama Islam juga memberi arahan terhadap wanita dalm menjatuhkan pilihan terhadap calon suami. Islam memberikan hak kepada wanita untuk memilih calon pasangan hidupnya. Orang itu tidka boleh memaksa putrinya menikah dengan pria yang tidak dosenanginya. Meskipun demikian, seorang wanita muslimah hendaknya menerima pendapat dan petunjuk kepada orang tuanya dalam masalah ini karena bagaimanapun orang tua lebih banyak makan garam kehidupan.
            Suami yang terpuji dalam pandangan Islam ialah yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, memandang kehidupan dengan benar, melangkah  pada jalan yang lurus, ia bukanlah orang yang memiliki kekayaan, atau orang yang memiliki fisik yang baik dan kedudukan tinggi, dengan tanpa memberi pertolongan dengan memberikan anugerah dan unsur yang baik.[7]
            Bagi para pemudi hendaknya memperhatikan yang utama, karena di sisi suaminyalah kebahagiaan istri keamanannya, dan hendaknya istri tidak dipertontonkan pada orang lain, atau ia menipu dengan berbagai penampilan. Nabi telah mencontohkan untuk memiliki suami yang baik agamanya dan akhlaknya, Nabi bersabda:

اذا جاءكم من ترضون دينه وخلقه فاءنكحوه الا تفعلوا تكن فتنتة في الارض وفساد قالوا يا رسول الله وان كان فيه اذا جاء كم من ترضون دينه وخلقه فاءنكحوه ثلاث مرات                                               
Artinya:“Jika seseorang yang kalaian suakai agama dan akhlaknya mendatangi kalian, maka nikahilah padanya, jika engkau tidak melakukannya, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan kerusakan yang besar. Mereka mengatakan, meski ia dalam keadaan seperti itu. Nabi menjawab jika seseorang yang engakau sukai agamanya dan akhlaknya mendatangi kalian maka nikahilah padanya, sampai mengulang tiga kali. “
            Dengan ini Islam menolak barometer kebodohan dan kriteria orang-orang bodoh yang mengukur kemuliaan manusia, keluhuran, kemampuan dan kebaikan mereka dalam memilih istri dengan mereka yang memiliki harta, kecantikan, nasab, mereka melupakan waktu itu sendiri dengan menggabungkan kemuliaan, ketinggian dan kekuasaan dan kebaikan hakiki bagi istri. Posisi kelayakan keutamaan, kedudukan dan pemilihan. Dengan ini Islam juga memberikan barometer yang lurus, membenarkan kehidupan dan menyelamatkan kehidupan dari keburu nafsu, membenci kekayaan, membenci kekuasaan, dan mementingkan kecantikan, ini merupakan ukuran keadilan beradaban.
            Namun, sekalipun wanita punya hak dan memilih sendiri siapa yang akan menjadi suaminya, sebagai wanita muslimah harus memiliki standar kriteria yang benar tentang calon suaminya itu. Standar kriteria yang hendaknya doterapkan adalah ketaatan beragama dan akhlak.
            Memang, umumnya wanita mendambakan laki-laki yang tampan , sehat, kuat, kaya, mempunyai kedudukan atau pangkat tinggi, dan sebagainya. Hal ini wajar saja terjadi, namun sifat-sofat tersebut adalah sifat lahiriah belaka yang sewaktu-waktu dapat beruabh sebaliknya. Karena itu, apabila cinta didasarkan pada hal-hal yang bersifat lahiriah, cinta itupun dapat hilang pada saat sifat-sifat tersebut hilang. Itulah sebabnya Islam mengarahkan bahwa dalam memilih calon suami hendaknya didasarkan pada budi pekerti atau akhlak mulia seperti halnya memilih calon istri. Dengan akhlak mulia , insya Allah ia akan melaksanakan kewajiban dan hak dengan baik, mengauli istri dengan sepatutnya, dan kalaupun menceraikannya, ia akan melakukannya denagn baik pula.  
            Dalam buku , Menyingkap Hakikat Perkawinan, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Hasan bin Ali tentang mengawinkan putrinya, seraya berkata:” Berapa orang telah datang melamar anak perempuanku. Dengan siapakah sebaiknya kukawinkan dia?” jawab Hasan : “ Kawinkanlah ia dengan seorang yang kuat ketakwaannya kepada Allah. Sebab jika ia mencintainya, putrimu itu akan dimuliakan olehnya, dan jika ia membencinyapun, tentu ia tidak akan berbuat zalim kepadanya”[8]  Karena itu, sungguh Benar dan Maha Bijaksana Allah SWT berfirman :
àM»sWÎ7sƒø:$# tûüÏWÎ7yù=Ï9 šcqèWÎ7yø9$#ur ÏM»sWÎ7yù=Ï9 ( àM»t6Íh©Ü9$#ur tûüÎ6Íh©Ü=Ï9 tbqç7ÍhŠ©Ü9$#ur ÏM»t6Íh©Ü=Ï9 4 y7Í´¯»s9'ré& šcrâä§Žy9ãB $£JÏB tbqä9qà)tƒ ( Nßgs9 ×otÏÿøó¨B ×-øÍur ÒOƒÌŸ2 ÇËÏÈ
Artinya :” Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” ( QS.An-Nur: 26)
Ayat Ini menunjukkan kesucian 'Aisyah r.a. dan Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah orang yang paling baik Maka Pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri beliau.
            Seorang wanita muslimah yang mendapat petunjuk tidak silau atau terpesona oleh ketampanan dan baiknya penampilan serta tidak kagum oleh bentuk lahiriyah dengan tidak melihat kepada kepribadian dan sifat di balik ketampanan, karena ia tahu di tangan laki-lakilah hak mengatur dan berkuasa atas wanita.
 Firman Allah:

Artinya:  “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” ( Q.S An-Nisa :34)

Maksudnya: tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya.Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik.Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin suaminya. Mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
            Suami yang berakhlak mulia akan senantiasa mengarahkan dan membimbing istrinya ke jalan yang baik yang diridhai Allah hal ini penting, mengingat sifat alami wanita mengarah kepada hal-hal yang kurang baik, seperti dijelaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya:
Artinya : “Berwasiatlah kepada permpuan dengan baik. Karena karena perempuan diciptakan dari tulangg rusuk yang paling bengkok. Tulang rusuk yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan keras meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya. Tetapi kalau engkau biarkan niscaya akan tetap bengkok. “( HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Taimiyah pernah berkata: “ Orang yang terus menerus berbuat kefasikan selayaknya tidak dikawinkan (kepada anak perempuan kita) “. Ucapan beliau ini diilhami oleh sabda Rasulullah  SAW.
Artinya : “ Barangsiapa yang menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki yang fasik, sama saja ia telah memutuskan tali kerabatan dengannya”.(HR. Ibnu Hibban )
            Peringatan Rasulullah SAW ini dapat dipahami, bahwa apabila seorang suami itu fasik berarti ia tidak taat dan dan tidak baik agamanya, yang tentunya akhlaknyapun dari akhlak Islam. Bila halnya demikian, bagaimana ia akan membimbing istrinya ke jalan yang diridhai Allah SWT, padahal dirinya sendiri jauh dari-Nya? Apabila kondisi jiwa telah jauh dari ajaran  Allah, maka tidak mustahil akan lebih jauh lagi dan terjerumus kepada kekafiran, baik itu kufur nikmat atau mungkin kufur akidah. Oleh sebab itu, kepada para wanita ataupun walinya, hendaknya benar-benar memperhatikan hal ini.     




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari uraian pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memilih calon istri ataupun calon suami berdasarkan syariat Islam ketentuan Allah dan Rasul bahwa dalam memilih calon pendamping hidup pilihlah yang baik akhlaknya. Dari hadis Bukhari dan Muslim  memilih calon istri itu karena 4 hal: hartanya,kedudukannya,nasabnya,dan agamanya, tapi pilihlah karena agamanya dengan demikian semuanya akat ikut serta ada padanya. Orang yang baik agama maka akan mampu berbuat baik dan memberikan ketentraman dalam hhidupnya karena dia taat keapada Allah SWT melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhkan apa yang dilarang-Nya.
            Begitu juga dalam memilih calon suami jangan dilihat dari ketampanan, hartanya saja tetapi dilihat agamanya, ketaatannya kepada Allah SWT, sama halnya dengan calon istri laki-laki yang baik agamanya maka otomatis akan baik semua dalam tingkah lakunya, seorang perempuan jangan sembarangan memilih calon suami yang akan menjadi imam di keluarganya, maka harus punya kriteria dalam memilih suami dan yang diutamakan agamanya.
3.2 Kritik dan Saran
      Penulis sangat menyadari bahwasanya makalah ini dalam penjabaran materi masih banyak kekurangan dan kesalahan.
      Untuk itu kami {penulis} mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta mengarahkan penulis untuk dapat mengetahui kekurangan maupun kelebihannya, sehingga kita dapat sama-sama mempelajari dan membahas untuk mengasah kita menjadi orang yang berilmu pengetahuan.


DAFTAR PUSTAKA

As-Subki, Ali Yusuf.2010.Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam.Jakarta:AMZAH
Ayyub,Syaikh Hasan.2001.Fikih Keluarga.Jakarta:PUSTAKA AL-KAUTSAR
Departemen Agama RI.2006.Tuntunan Keluarga Sakinah bagi Remaja Usia Nikah.Jakarta:Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah
H.Rasyid Sulaiman.2011.Fiqih Islam.Bandung: Sinar Baru Algesindo
Zuhaili Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi’I.Jakarta:Almahira


[1] Ali Susuf As-Shubki, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam,(Jakarta:AMZAH:2010),hlm.37
[2] Op.cit Departemen Agama RI,Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah,( Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam:2006) hlm. 84
[3] Opcit. Drs. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, ( Bandung: Al-Bayyan, 1994).hlm. 36
[4] Op.citDr. Muhammad As-Sayyid az-Za’balawi, Al-Umumah fi Al-Qur’an Al-Karim wa As-Sunnah, hlm 13
[5] Op.cit Dr.Muhammad Imarah,Tarbiyah Al-Nasy’fi Zhill Al-Islam,hlm.44-45
[6] Dr.Wahbah Zuhaili,Fiqih Imam Syafi’I,(Jakarta:Almahira,2010),hlm.478
[7] Op.cit Dr. Musthafa Abdul Wahid, Al-Usrah fi Al-Islam, hlm 26
[8]Op.cit  Al-Ghazali, Menyingkap Hakikat Perkawinan, (Bandung: Kharisma.1994) hlm.82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar