|
MEMILIH CALON ISTRI DAN CALON SUAMI
DISUSUN KELOMPOK
: 1
BETRYA HALIMAH
HERWIN
NEILA RAHMA ARFINA
SEPTIANA DWI SAPUTRI
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
PEKANBARU
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.Atas
berkah dan inayah-Nya penulisan makalah Memilih Calon Istri dan Calon Suami ini
dapat diselesaikan. Salawat dan salam dihaturkan kepada junjungan alam Nabi
besar Muhammad Saw. Karena beliaulah kita dapat menikmati alam yang terang
benderang ini.
Penulisan dari makalah Memilih Calon Istri dan Calon Suami ini
merupakan tugas kelompok yang harus diselesaikan. Diharapkan dengan adanya
makalah ini dapat mendorong dan membantu para mahasiswa/i dalam proses
perkuliahan. Adapun bagi para pembaca makalah ini berguna terutama untuk
menjadi konselor yang baik sesuai ajaran Agama Islam.
Akhirnya kami
mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah bekerja sama, sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Mudah-mudahan Allah Swt. membalas
amal baik tersebut.Amin.
Pekanbaru,
25 September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Memilih Calon Istri dan Calon Suami................................................................ 3
2.1.1 Memilih Calon Istri......................................................................................... 3
2.1.2Wanita Yang Tidak Boleh Dinikahi............................................................... 12
2.1.2 Memiih Calon Suami..................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................... 17
3.2 Kritik dan Saran............................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kita sekarang dalam keadaan
hidup, yang umur kita
bermacam-macam, dimana dari hari ke hari umur kita bertambah panjang dan yang
tinggal dari umur kita bertambah singkat. Akhirnya manusia yang hidup dalam
waktu-waktu sekarang ini sedikit dei sedikit akan habis dan diganti oleh
generasi baru. Allah menciptakan alam semesta ini dan diciptakan-Nya malaikat
dan jin yang masing-masing diberi tugas untuk memperhambakan dirinya kepada
Allah. Kemudian Allah menciptakan manusia dari unsur yang berbeda dari unsur
kejadian malaikat dan jin. Ia menciptakan manusia dari tanah: yaitu Nabi Adam
AS, lau ditempatkan-Nya di bumi, sesudah bumi ini dipersiapkan untuk manusia.
Dari tubuh Adam Allah
menciptakan pasangannya yaitu Hawa agar hidup tentram dengannya, dan agar dapat
menjalankan tugas-tugasnya selama hidup duniawi. Sekirnya Adam dan Hawa tidak
memaksiati perintah Allah ketika mereka berada dalam surga pasti mereka akan
tetap selamanya di dalam surga dan tidak akan turun ke bumi. Tetapi syaitan
yang dimurkai Allah karena dia tidak mau sujud kepada Adam ketika Allah
memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan jin supaya bersujud kepada Adam.
Oleh karena itu manusia sudah
mempunyai pasangannya laki-laki dna perempuan, dan membina hubungan rumah
tangga. Dan untuk memilih calon istri atau calon suami dalam makalah ini
membahas bagaimana cara memilih calon istri dan calon suami sesuai dengan
ketentuan Allah.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uaraian diatas
dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana cara memilih calon istri?
2.
Bagaimana cara memilih calon suami ?
3.
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah:
1.
mengetahui bagaiman memilih calon istri yang
sesuai dengan ajaran Islam dan ketentuan Allah dan Nabi
2.
mengetahui bagaiman memilih calon suami yang
sesuai dengan ajaran Islam dan ketentuan Allah dan Nabi
1.4 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah
ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi pembaca dan penulis khususnya. Dan
sebagai bahan pelengkap proses belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Memilih
Calon Istri dan Calon Suami
2.1.1 Memilih Calon Istri
Sesungguhnya pernikahan
tidak hanya bertujuan untuk memenuhi insting dan berbagai keinginan yang
bersifat materi. Lebih dari itu, terdapat berbagai tugas yang harus dipenuhi,
baik segi kejiwaan, ruhaniah, kemasyarakatan yang harus mwnjadi tanggung jawabnya.
Termasuk juga hal-hal lain yang diinginkan oleh insting manusia. [1]
Dari sini tidak diperkenankan
memilih istri hanya terbatas dari segi fisik, dengan mengesampingkan sisi
lainnya. Bahkan harus memelihara tujuan-tujuan secara keseluruhan dan menjamin pemenuhan
atas tujuan tersebut. Kepuasan batin bisa tercukupi dengan kecantikan dan
keindahan, namun tidak dapat mencukupi dalam pemuasan kerinduan ruh dan
keinginan jiwa seperti ketenangan, cinta, dan keamanan.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih calon istri. Pertama,
status pribadi yang menjadikannya dirinya halal untuk dikawini. Kedua, sifat-sifat dirinya demi
terpenuhinya kebahagiaan hidup berkeluarga serta tercapainya tujuan utama
perkawinan. Dalam kehidupan berumah tangga seorang wanita tidak hanya berperan
menjadi seorang istri atau pendamping suami saja, tetapi juga sebagai ibu dari
ank-anaknya, pengatur rumah tangga, tempat suami menumpahkan rahasia dan mengadukan nasibnya, ibu adalah
tempat belajar pertama bagi anak-anaknya, tempat pembentukan emosi dan
pendidikan bahasanya, tempat anak memperoleh tradisi, mengenal agama dan
latihan bermasyarakat. [2]
Berkaitan dengan aturan dalam memilih istri,
Al-quran telah banyak membicarakan dalam beberapa ayat berikut.
Allah berfiman:
Artinya :Dan barangsiapa diantara kamu (orang
merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu
miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian
yang lain. Karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah
maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang
memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki
lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin,
Kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo
hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini
budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri
(dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. dan
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Annisa :25)
Artinya :
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang
mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.(QS.Al-Baqarah
(2):221)
Artinya :Dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.An-Nur (24): 32)
Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum
kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.
Istri memiliki sifat-sifat tinggi yang mehiasinya.
Seoranag yang menginginkan pernikahan hendaknya menempatkan istrinya di depan
kedua matanya. Hendaknya ia menyelidiki dan mencari perempuan yang memiliki
sifat-sifat tersebut ketika ia memilih istrinya, seperti yang difirmankan Allah
Artinya: Jika nabi menceraikan kamu boleh jadi
Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada
kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan
ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.(QS.Attahrim(66): 5)
Ayat-ayat ini menyebutkan semua sifat-sifat yang
diinginkan dan diharapkan dalam membangun rumah tangga yang tenang,aman,kokoh
yang mampu membangkitkan sesuatu yang disandarkan padannya seperti tanggung
jawab, dan mampu melaksanakan misinya di masyarakat.
Sifat yang utama adalah Islam, dengan arti taat dan
patuh kepada Allah. Istri memiliki bagian ketaan kepada Allah dan rasul-Nya.
Memelihara perintah-perintah agama. Mudah mematuhi suaminya dan mengikuti
perintahnya dalam semua hal kecil kecuali suami memerintahkannya untuk berbuat
maksiat kepada Allah dan rasul-Nya. Maka tiada ketaatan diperbolehkan karena
sesungguhnya tiadalah ketaatan kepada makhluk dalam mendurhakai sang khaliq.
Istri memiliki sifat iman kepada Allah, yakni
memenuhi dengan cahaya dan keyakinan. Imannya menjadi pokok ketaatan kepatuhan
pada perintah Allah, mendorong amal perbuatan dengan hati yang ridho, tenang,
konsisten, tanpa ada rasa riya dan tidak menampakkan ketaatan, mengerjakan
pekerjaan istri dengan ketenanagn hati dan berhubungan dengan keindahan dan
kebaikan.
Sifat berikutnya adalah taubat, yaitu menyesali
terhadap maksiat telah terjadi dan menuju ketaatan. Istri yang menghiasi diri
dengan sifat ini, memungkinkan baginya untuk mendapatkan sesuatu yang telah
luput darinya. Juga berbagai kebaikan jiwa dan indrawi bagi suaminya dan
segenap anggota keluarga dan masyarakatnya.
Istri memiliki sifat ibadah, dalam firman Allah “ Perempuan-perempuan yang
beribadah”. Ibadah adalah media untuk berhubungan kepada Allah, mendekatkan dan
menyerahkan diri kepada-Nya.
Istri memiliki sifat menggembara, yaitu berpikir
tentang ayat-ayat Allah yang berada di alam, memikirkan isyarat-isyarat
wahyunya.
Rasulullah SAW bersabda:
عن
ابي هريرة رضي الله عنه عن نبي صلي الله عليه و سلم قال تنكح المراة لاربع لمالها ولحسابها وجمالها
ولدينها
فظفر بذات الدبن تربت بداك (متفق علبه)
Dari
Abu Hurairah, dari Nabi bersabda: Seorang wanita dinikahi karena empat hal:
kekayaannya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, tetapi pilihlah
yang beragama agar hidupmu bahagia”. (HR.Mutafaq
Alaih)
Menurut Zuhdi Muhldor, pengertian “ beragama” di situ
adalah agama Islam serta motivasi dan kepentingan agama secara luas. Sehingga,
kalau calon istri dan keluarganya mempunyai motivasi keberagamaan secara kuat,
atau dengan mengawani calon istri tersebut suami nantinya dapat melakukan
dakwah Islamiyah, maka kawin dengan calon istri tersebut juga telah memenuhi
sabda Nabi SAW di atas. [3]
Pada hadis Nabi yang mulia diatas,
Rasulullah membagi keinginan pernikahan dari segi tujuan pokok dalam pernikahan
dari segi tujuan pokok dalam pernikahan pada empat bagian:
1. Memilih istri dari segi kepemilikan
hartanya: agar ia tertolong dari kekayaannya dan dengan itu ia terpenuhi segala
kebutuhannya, agar dapat membantu dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat
materi dengan mengubah pandangan atas kewajiban kepemilikan harta dengan agama
tanpa adanya kewajiban.
2. Memilih istri berdasrkan nasabnya: nasab
istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak orang. Seperti
seorang yang berusaha mengambil manfaat dari nasab istri untuk kemuliaan serta
ketinggian kedudukan dan sebagainya.
3. Memilih istri hanya berdasarkan perasaan
akan kecantikannya: dengan alasan bahwa dalam pernikahan mencakup kecantikan
untuk bersenang-senang sehingga mendorong untuk menjaga diri dan tidak melihat
perempuan-perempuan lain dan juga tidak melakukan perbuatan yang dibenci Allah.
Dan
kami mengatakan
Sesungguhnya menjaga diri, tidak melihat
pada perempuan-perempuan lain, dan menjauhi larangan Allah berdasarkan :
a. Memenuhi perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya
b. Mengikuti ajaran Nabi dan perilakunya
dalam kehidupan
c. Mengambil manfaat kehidupan orang-orang
shaleh dari umat Nabi
Sesungguhnya Rasulullah telah memperingatkan tentang
pernikahan dengan hanya melihat harta atau kecantikannya saja.
من تزوج امراة لحسنهن لم يوده الله الا ذلا ومن تزوج لمالها لم يزده الله الا فقرا ومن تزوجها لحسابها لم يزده الله الا دناءة
ومن تزوج امراة لم يرد بها الا ان يغض بصره ويحسن فرحه او يصل رحمه باركالله له فيها وبارك
لها فيه
Artinya : “Barang siapa menikahi perempuan karena
kemuliaannya maka Allah tidak akanmenambahkan baginya kecuali kehinaan, dan
barang siapa menikahinya karena hartanya maka Allah tidak akan menambahkan
baginya kecuali kefakiran, barangsiapa menikahi perempuan karena nasabnya maka
Allah tidak akan menambahkan baginya kecuali kehinaan, barangsiapa menikahi
perempuan yang tiada diinginkan kecuali untuk menjaga pandangan dan menjaga
kemaluannya atau untuk menghubungkan tali silaturahmi maka Allah akan
memberkahinya dan memberkahi perempuan itu dalam pernikahannya.”
4. Adapun anjuran memilih istri karena
agamanya
Rasulullah telah
mempertimbangkan bagian ini sebagai landasandalam memilih istri. Karena
perempuan yang beragama meskipun tidak cantik secara fisik, agama merupakan
masalah yang perlu dipertimbangkan. Kualitas agama berbeda antara individu satu
dengan yang lainnya. Perempuan yang baik agamanya memiliki keutamaan yang lebih
baik daripada kecantikan fisik. Ia dapat menyenangkan hati dan baik
perilakunya. Rasulullah SAW bersabda:
“ Maka pilihlah perempuan karena agamanya
“
Artinya,
tetaplah pilih perempuan yang beragama meskipun
sifat yang telah disebutkan tidak terdapat pada perempuan yang dinikahi,
adapun tiga hal yang utama:
a. Harta-harta milik perempuan, meskipun
banyak dan bermacam-macam jumlahnya
b. Penempatan keluarganya dalam
kemasayarakatan yang luhur
c. Kecantikan, keagungan, dan pesonanya
Semua itu merupakan perhiasan dunia, dapat diketahui
dari kenyataan hidup sekarang bahwa
sesuatu yang tidak tetap dalam keadaaannya; harta, banyak menjadi penyebab
kerusakan dan kehilangan, nasab yang ada menjadi penyebab perubahan dan
perpindahan, kecantikan fisik tidak akan berlangsung lama. Bahkan akan pudar
dengan cepat. Adapun agama akan tetap disebut dan diingat sampai seorang
meninggal dunia. Oleh karena itu, Rasulullah memperingatkan dalam masalah
perempuan yang tidak beragama baik, meski terkumpul tiga sifat yang utama
diatas, untuk mencintai seorang yang beragama baik meski ia tidka mempunyai
tiga sifat tersebut.
Jika seorang perempuan baik agamanya dan juga
memiliki tiga sifat itu, tiada halangan untuk memilih dengan kriteria ini.
Sungguh hal yang itu menambah kebaikan jika ada seseorang perempuan yang baik
agamany, berharta, cantik dan keturunan yang baik. Adapun yang dilarang ketiga
sifat-sifat ini tanpa disertai agama yang baik.[4]
Pemilihan agama dan dorongan memilihnya dimaksud
bahwa kebahagiaan dalam agama Islam dalam ketetapan agama dan kehidupannya
harum mewangi, karena istri yang tidak beragama memiliki kepedulian terhadap
suami dan kerabatnya seperti ia tidak kuasa menghadapi musibah, ia tidak teguh
dalam musibah dan tidak bahagia dalm hidup.
Sesungguhnya kecantikan perempuan, daya taraiknya,
harta dan keturunannya tidak akan menenagkan padanya, membahagiakan
keluarganya, dan kadang keistimewaanya berbalik arah menjadi bahaya-bahaya yang
merusak dan angin badai.
Adapun tujuan pernikahan yang hanya didasarkan pada
aspek kecantikan atau harta, maka itu hanya terbatas pada kebutuhan dunia tanpa
mempertimbangkan kebutuhan ruhani.
Dengan demikian, ia telah jatuh dalam perangkap hal-hal bersifat
lahiriah tanpa mempertimbnagkan unsur lainnya.[5]
Orang yang menikah dengan mempertimbangkan tiga hal
tersebut yakni harta, kecantikan, nasab mengharapkan kebahagiaan dan keamanan.
Ketika ia bersama dengan istri yang tidak beriman dengan baik dan tidak berada
pada jalan yang lurus dan terang, maka jika kendalinya membawa pada arus nafsu
yang bergejolak, akan mendorong dirinya untuk bersenang-senang dan kenikmatan
yang tidak dibatasi dengan keutamaan dan dasar pokok, sehingga tidak mencapai
tujuan utama pernikahan dan menjadi jauh dari keamanan dan kebahagiaan.
1.3.1
Wanita Yang tidak boleh dinikahi
Seorang
laki-laki halal menikahi wanita yang tidak memiliki ikatan pernikahan, bebas
dari iddah dan bebasa dari semua penghalang pernikahan lain, meskipun pernah
didahului orang lain.[6]
·
Mahram
karena nasab ada 7 golongan:
Ibu, nenek dan seterusnya baik dari jalur laki-laki
maupun wanita.
Anak perempuan (putri), cucu perempuan, saudara
perempuan sekandung seayah ataupun seibu
Saudara perempuan bapak (bibi)
Putri saudara perempuan (keponakam) sekandung,
seayah atau seibu
Putri saudara laki-laki sekandung atau seayah seibu(
keponakan)
·
Mahram
karena penyusuan ada dua golongan
Ibu
yang menyusuinya. Saudara perempuan sepersusuan
·
Mahram
karena musyawarah ( kekeluargaan karena pernikahan)
Istri
bapak ( ibu tiri), istri anak , istri cucu dan seterusnya.
Ibu
mertua, anak perempuan istri
2.1.3 Memilih Calon
Suami
Tidak hanya terdapat pada laki-laki,
agama Islam juga memberi arahan terhadap wanita dalm menjatuhkan pilihan
terhadap calon suami. Islam memberikan hak kepada wanita untuk memilih calon
pasangan hidupnya. Orang itu tidka boleh memaksa putrinya menikah dengan pria
yang tidak dosenanginya. Meskipun demikian, seorang wanita muslimah hendaknya
menerima pendapat dan petunjuk kepada orang tuanya dalam masalah ini karena
bagaimanapun orang tua lebih banyak makan garam kehidupan.
Suami yang terpuji dalam pandangan
Islam ialah yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan
yang sempurna, memandang kehidupan dengan benar, melangkah pada jalan yang lurus, ia bukanlah orang yang
memiliki kekayaan, atau orang yang memiliki fisik yang baik dan kedudukan
tinggi, dengan tanpa memberi pertolongan dengan memberikan anugerah dan unsur
yang baik.[7]
Bagi para pemudi hendaknya
memperhatikan yang utama, karena di sisi suaminyalah kebahagiaan istri
keamanannya, dan hendaknya istri tidak dipertontonkan pada orang lain, atau ia
menipu dengan berbagai penampilan. Nabi telah mencontohkan untuk memiliki suami
yang baik agamanya dan akhlaknya, Nabi bersabda:
اذا
جاءكم من ترضون دينه وخلقه فاءنكحوه الا تفعلوا تكن فتنتة في الارض وفساد قالوا يا
رسول الله وان كان فيه اذا جاء كم من ترضون دينه وخلقه فاءنكحوه ثلاث مرات
Artinya:“Jika
seseorang yang kalaian suakai agama dan akhlaknya mendatangi kalian, maka
nikahilah padanya, jika engkau tidak melakukannya, maka akan terjadi fitnah
(musibah) dan kerusakan yang besar. Mereka mengatakan, meski ia dalam keadaan
seperti itu. Nabi menjawab jika seseorang yang engakau sukai agamanya dan
akhlaknya mendatangi kalian maka nikahilah padanya, sampai mengulang tiga kali. “
Dengan
ini Islam menolak barometer kebodohan dan kriteria orang-orang bodoh yang
mengukur kemuliaan manusia, keluhuran, kemampuan dan kebaikan mereka dalam
memilih istri dengan mereka yang memiliki harta, kecantikan, nasab, mereka
melupakan waktu itu sendiri dengan menggabungkan kemuliaan, ketinggian dan
kekuasaan dan kebaikan hakiki bagi istri. Posisi kelayakan keutamaan, kedudukan
dan pemilihan. Dengan ini Islam juga memberikan barometer yang lurus,
membenarkan kehidupan dan menyelamatkan kehidupan dari keburu nafsu, membenci
kekayaan, membenci kekuasaan, dan mementingkan kecantikan, ini merupakan ukuran
keadilan beradaban.
Namun,
sekalipun wanita punya hak dan memilih sendiri siapa yang akan menjadi
suaminya, sebagai wanita muslimah harus memiliki standar kriteria yang benar
tentang calon suaminya itu. Standar kriteria yang hendaknya doterapkan adalah
ketaatan beragama dan akhlak.
Memang, umumnya wanita mendambakan
laki-laki yang tampan , sehat, kuat, kaya, mempunyai kedudukan atau pangkat
tinggi, dan sebagainya. Hal ini wajar saja terjadi, namun sifat-sofat tersebut
adalah sifat lahiriah belaka yang sewaktu-waktu dapat beruabh sebaliknya.
Karena itu, apabila cinta didasarkan pada hal-hal yang bersifat lahiriah, cinta
itupun dapat hilang pada saat sifat-sifat tersebut hilang. Itulah sebabnya
Islam mengarahkan bahwa dalam memilih calon suami hendaknya didasarkan pada
budi pekerti atau akhlak mulia seperti halnya memilih calon istri. Dengan
akhlak mulia , insya Allah ia akan melaksanakan kewajiban dan hak dengan baik,
mengauli istri dengan sepatutnya, dan kalaupun menceraikannya, ia akan
melakukannya denagn baik pula.
Dalam buku , Menyingkap Hakikat Perkawinan, Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Hasan bin Ali tentang mengawinkan putrinya,
seraya berkata:” Berapa orang telah datang melamar anak perempuanku. Dengan
siapakah sebaiknya kukawinkan dia?” jawab Hasan : “ Kawinkanlah ia dengan
seorang yang kuat ketakwaannya kepada Allah. Sebab jika ia mencintainya,
putrimu itu akan dimuliakan olehnya, dan jika ia membencinyapun, tentu ia tidak
akan berbuat zalim kepadanya”[8] Karena itu, sungguh Benar dan Maha Bijaksana
Allah SWT berfirman :
àM»sWÎ7sø:$# tûüÏWÎ7yù=Ï9 cqèWÎ7yø9$#ur ÏM»sWÎ7yù=Ï9 ( àM»t6Íh©Ü9$#ur tûüÎ6Íh©Ü=Ï9 tbqç7Íh©Ü9$#ur ÏM»t6Íh©Ü=Ï9 4 y7Í´¯»s9'ré& crâä§y9ãB $£JÏB tbqä9qà)t ( Nßgs9 ×otÏÿøó¨B ×-øÍur ÒOÌ2 ÇËÏÈ
Artinya :” Wanita-wanita yang keji adalah
untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita
yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik
dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka
(yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh
itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” ( QS.An-Nur: 26)
Ayat Ini menunjukkan kesucian 'Aisyah r.a. dan
Shafwan dari segala tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Rasulullah adalah
orang yang paling baik Maka Pastilah wanita yang baik pula yang menjadi istri
beliau.
Seorang wanita muslimah yang
mendapat petunjuk tidak silau atau terpesona oleh ketampanan dan baiknya
penampilan serta tidak kagum oleh bentuk lahiriyah dengan tidak melihat kepada
kepribadian dan sifat di balik ketampanan, karena ia tahu di tangan
laki-lakilah hak mengatur dan berkuasa atas wanita.
Firman Allah:
Artinya:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah
Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara
(mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” ( Q.S An-Nisa
:34)
Maksudnya: tidak berlaku curang serta
memelihara rahasia dan harta suaminya.Allah Telah mewajibkan kepada suami untuk
mempergauli isterinya dengan baik.Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami
isteri. nusyuz dari pihak isteri seperti meninggalkan rumah tanpa izin
suaminya. Mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah
dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah
dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. bila
cara pertama Telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan
seterusnya.
Suami
yang berakhlak mulia akan senantiasa mengarahkan dan membimbing istrinya ke
jalan yang baik yang diridhai Allah hal ini penting, mengingat sifat alami
wanita mengarah kepada hal-hal yang kurang baik, seperti dijelaskan Rasulullah
SAW dalam sabdanya:
Artinya : “Berwasiatlah kepada permpuan dengan baik.
Karena karena perempuan diciptakan dari tulangg rusuk yang paling bengkok.
Tulang rusuk yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan keras
meluruskannya, niscaya engkau akan mematahkannya. Tetapi kalau engkau biarkan
niscaya akan tetap bengkok. “( HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ibnu Taimiyah pernah berkata: “ Orang yang
terus menerus berbuat kefasikan selayaknya tidak dikawinkan (kepada anak
perempuan kita) “. Ucapan beliau ini diilhami oleh sabda Rasulullah SAW.
Artinya : “ Barangsiapa yang menikahkan anak perempuannya
dengan laki-laki yang fasik, sama saja ia telah memutuskan tali kerabatan
dengannya”.(HR. Ibnu Hibban )
Peringatan
Rasulullah SAW ini dapat dipahami, bahwa apabila seorang suami itu fasik
berarti ia tidak taat dan dan tidak baik agamanya, yang tentunya akhlaknyapun
dari akhlak Islam. Bila halnya demikian, bagaimana ia akan membimbing istrinya
ke jalan yang diridhai Allah SWT, padahal dirinya sendiri jauh dari-Nya?
Apabila kondisi jiwa telah jauh dari ajaran
Allah, maka tidak mustahil akan lebih jauh lagi dan terjerumus kepada
kekafiran, baik itu kufur nikmat atau mungkin kufur akidah. Oleh sebab itu,
kepada para wanita ataupun walinya, hendaknya benar-benar memperhatikan hal
ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam memilih
calon istri ataupun calon suami berdasarkan syariat Islam ketentuan Allah dan
Rasul bahwa dalam memilih calon pendamping hidup pilihlah yang baik akhlaknya.
Dari hadis Bukhari dan Muslim memilih
calon istri itu karena 4 hal: hartanya,kedudukannya,nasabnya,dan agamanya, tapi
pilihlah karena agamanya dengan demikian semuanya akat ikut serta ada padanya.
Orang yang baik agama maka akan mampu berbuat baik dan memberikan ketentraman
dalam hhidupnya karena dia taat keapada Allah SWT melaksanakan apa yang
diperintahkan dan menjauhkan apa yang dilarang-Nya.
Begitu
juga dalam memilih calon suami jangan dilihat dari ketampanan, hartanya saja
tetapi dilihat agamanya, ketaatannya kepada Allah SWT, sama halnya dengan calon
istri laki-laki yang baik agamanya maka otomatis akan baik semua dalam tingkah
lakunya, seorang perempuan jangan sembarangan memilih calon suami yang akan
menjadi imam di keluarganya, maka harus punya kriteria dalam memilih suami dan
yang diutamakan agamanya.
3.2 Kritik dan Saran
Penulis sangat menyadari bahwasanya makalah ini dalam penjabaran
materi masih banyak kekurangan dan kesalahan.
Untuk itu kami {penulis}
mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta mengarahkan penulis untuk
dapat mengetahui kekurangan maupun kelebihannya, sehingga kita dapat sama-sama
mempelajari dan membahas untuk mengasah kita menjadi orang yang berilmu
pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
As-Subki, Ali Yusuf.2010.Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam
Islam.Jakarta:AMZAH
Ayyub,Syaikh Hasan.2001.Fikih Keluarga.Jakarta:PUSTAKA AL-KAUTSAR
Departemen Agama RI.2006.Tuntunan Keluarga Sakinah bagi Remaja Usia
Nikah.Jakarta:Departemen Agama RI Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam
Direktorat Urusan Agama Islam Dan Pembinaan Syariah
H.Rasyid Sulaiman.2011.Fiqih Islam.Bandung: Sinar Baru Algesindo
Zuhaili Wahbah.2010.Fiqih Imam Syafi’I.Jakarta:Almahira
[2] Op.cit Departemen
Agama RI,Tuntunan Keluarga Sakinah Bagi Remaja Usia Nikah,( Departemen Agama RI
Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam:2006) hlm. 84
[4] Op.citDr. Muhammad As-Sayyid
az-Za’balawi, Al-Umumah fi Al-Qur’an Al-Karim wa As-Sunnah, hlm 13
[5] Op.cit Dr.Muhammad
Imarah,Tarbiyah Al-Nasy’fi Zhill Al-Islam,hlm.44-45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar