PUASA
DI SUSUN
NEILA RAHMA ARFINA : 11542204226
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASYIM RIAU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima
rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun
islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat
islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang
tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui
manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak
mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan
benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya
sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang
membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah
mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa
tetapi tidak mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung.
Oleh
karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, macam-macam
puasa, siapa yang diperbolehkan tidak bepuasa,
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat diruskan permasalahan dalam
tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa
saja puasa wajib?
2.
Apa saja
puasa sunnah?
3.
Siapa
sajakah yang dibolehkan untuk tidak berpuasa?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar ummat islam selalu melaksanakan ibadah puasa
dengan baik dan benar.
2. Bisa
melaksanakan puasa dengan ikhlas
3. Untuk
mengetahui semua hal yang membahas tentang puasa dan bersangkut paut dengan
puasa
1.4
Manfaat
1.
Menambah
khazanah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan penulis dalam pemahamannya dalam
puasa
2.
Menjadikan
faham dan tahu berpuasa yang benar dan apa-apa saja yang diajurkan
BAB II
PEMBAHASAN
PUASA
2.1
Puasa
Al-qur’an
menggunakan kata shiyam sebanyak delpaan kali, kesemuanya dalam arti puasa
menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-qur’an juga menggunakan kata shaum,
tetapi maknanya adalah menahan diri ntk tidak berbicara. Aapun menurut istilah
adalah menahan diri dari segala hal yangmembatalkan puasa, yatu mulai dari
fajar hingga matahari terbenam, dan disertai dengan niat.[1]
Puasa dalam syariat Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan
puasa sunnah. Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terkait waktu, yaitu puasa
Ramadhan selama sebulan. Puasa yang wajib karena ada illat, seperti puasa
sebagai kafarat. Dan seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yitu
nadzar. Dari tiga macam puasa wajib ini , hanya puasa yang termuat dalam bab
kafarat, dan puasa nadzar dibahas dalam bab nadzar.
2.2 Puasa Wajib
2.2.1 Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan
hukumnya wajib berdasarkan Al-Quran , hadis dan ijma’ ulama. Adapun dalil
Al-Qur’an, yaitu Firman Allah SWT :
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
183. Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Adapun siapa yang diwajibkan berpuasa tanpa diberikan pilihan
adalah:
1.
Beragama
Islam
2.
Sudah
Baligh
3.
Berakal
Sehat
4.
Sanggp
berpuasa
5.
Tidak
ada sesuatu yang menghalanginya berpuasa, yakni haid bagi wanita.
Rukun Puasa
Ada tiga rukun
yang dua disepakati oleh para ulama dan satu diperselisihkan.
1.
Waktu
berpuasa
2.
Menghindari
dari hal-hal yang membatalkan puasa
3.
Niat
Rukun pertama : yaitu waktu
yang menjadi dua bagian Pertama, waktu yang
mewajibkan , yaitu bulan Ramadhan. Kedua , waktu yang mencegah seseorang
melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, yaitu siang hari pada bulan ramadhan.
Rukun kedua : menhan diri dari segala hal yang membatalkan puasa. Para ulama telah sepakat bahwa orang yang berpuasa wajib menahan
diri untuk makan, minum, dan bersetubuh, berdasarkn firman Allah SWT. Namun
mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal : ada yang manthuq (yang telah
disepakati). Termasuk yang maskur( yang telah diucapkan) diantaranya : masuknya benda bukan makanan dan minuman ke
dalam perut, masuknya benda ke tubuh tanpa melalui lubang jasad manusia,
seperti menyuntikkan atau injeksi, dan masuknya benda ke dalam tubuh bukan
daerah perut, seprti melalui kepala yang dapat meresap ke otak. Mazhab Malik
menetapkan bahwa orang berpuasa wajib menahan diri dari masuknya sesuatu ke
kerongkongan dari jalur manapun tidak peduli apakah sesuatu itu memberikan gizi
atau tidak.[2]
Menegnai selain
makanan dan minuman, para ulama seputar selain Malik berpendapat bahwa orang
yang berpuasa lalu berciuman, jika sampai keluar sperma maka puasanya batal,
jika hanya keluar madzi puasnya tidak
batal. Dan para ulama berbeda pendapat dalam hal ciuman :
1.
Sebagian
ulama membolehkan
2.
Sebagian
yang lain memakruhkan bagi orang yang
muda dan memboleh untuk orang yang sudah tua
3.
Sebagian
ulama lain memakruhkan secara mutlak.
Adapun tentang bekam dan muntah .
1.
Ahmad
,Daud, Al-Auza dan Ishaq bin Rahawaih, berpendapat bahwa bekam membatalkan
puasa dan menahan diri dari tidak berbekam hukumnya wajib saat dalam berpuasa.
2.
Malik,
Syafi’i, dan Ats-Tsauri berpendapat bahwa bekam bagi orang yang berpuasa adalah
makruh, namun tidak membatalkan puasnya.
3.
Abu
hanifah dan pengikutnya berpendapat bahwa bekam bagi orang yang berpuasa adalah
tidak makruh , namun tidak membatalkan puasanya.
Adapun tntang muntah
1.
Jumhur
ulama berpendapat apabila muntah tanpa disengaja maka tidak membatalkan puasa,
kecuali Rabiah’ah berpendapat batal puasanya.
2.
Apabila
sengaja muntah, maka menurut jumhur ulama batal puasanya, kecuali Thawas yang
berpendapat tidak batal.
Rukun ketiga :Niat
Niat dalam puasa bisa dipandamg dari berbagai segi, antara lain:
1.
Apakah
niat itu sebagai syarat sahnya puasa atau tidak?
2.
Jika
memang sebagai syarat sahnya puasa, haruskah niat puasanya ditentukan?
3.
Haruskah
niat tersebut diulang setiap hari, ataukah cukup sekali niat diawal bulan
Ramadhan?
4.
Kapan
waktu niatt yang menjadikan puasa itu sah?
5.
Batalkah
puasa seseorang apabila niatnya tidak tepat waktu?
6.
Jika
samai tidak niat, batlkah puasanya? Dna bolehkah makan atau minum?
Para
ulama berbeda pendapat tentang masalah-masalah diatas.
1.
Jumhur
ulama berpendapat bahwa niat menjadi syarat sah puasa
2.
Sebgian
ulama berpendapat bahwa syadz, bahwa puasa Ramdhan tidak memerlukan niat,
kecuali bagi orang-orang sakit dan musafir yang ingin berpuasa di bulan
Ramdhan.
Menentukan niat dalam berpuasa Ramadhan ulama juga berbeda
pendapat:
1.
Malik
berpendapat bahwa menentukan niat puasa Ramadhan, dan tidak boleh berniat puasa
secara mutlak dan tiak boleh berniat puasa selain puasa Ramadhan.
2.
Abu
hanifah berpendapat cukup dengan niat berpuasa secar mutlak, tanpa harus
menentukan puasa Ramadhan. Seandainya berniat untuk puasa selain Ramadhan pun
otomatis statusnya menjadi puasa Ramadhan, kecuali musafir. Pabila musafir pada
bulan Ramadhan berniat menegrjakan puasa selain puasa Ramadhan, maka puasanya
sesuai dengan niat. Karena dia tidak berkewajiban menjalani puasa Ramadhan.
Para ulam berpendapat mengenai waktu niat:
1.
Malik
berpendapat bahwa puasa niatnya sebelum fajar, untuk segala macam puasa.
2.
Sayfi’i
berpendapat bahwa pusa wajib niatnya sebelum fajar, danpuasa sunnah boleh niat
sesudah fajar.
3.
Abu
Hanifah berpendapat boleh berniat sesudah fajar untuk puassa wajib yang
waktunya sudah ditentukan , seperti puasa Ramadhan puasa nazar pada hari-hari
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Demikian pula puasa sunnah. Sedangkan puasa wajib yang tidak terikat
dengan waktu tertentu tidak boleh niat sesudah fajar, seperti puasa qadha yang wajib.
2.2.2 Puasa Kafarat
Puasa kafarat
adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu
hukum atau atau kelalaian dalam melaksanakan satu kewajiban, sehingga
mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya spaya dosanya dihapusakn, bentuk
pelanggaran dengan kafaratnya antara lain:
a.
Apabila
seorang melanggar sumpah dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada
sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus
melaksankan puasa selama tiga hari.
b.
Apabila
seorang secara sengaja membunuh seorang mukmin membayar uang darah (tebusan)
atau memerdekakan rqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
c.
Apabila
dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan
yang telah ditetapkan , ia harus membayar kafart dengan berpuasa lagi sampai
genap60 hari.
d.
Barangsiapa
yang melaksanakan ibadah haji sbersama-sama dengan umroh , lalu tidak
mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah
dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila
dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas
rambut,(tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.[3]
2.2.3 Puasa Nazar
Adalah puasa yang
tidak diwajibkan oleh Allah , begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah
Saw,melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri
untuk membersihkan mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Allah telah
menganugrahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan maka ia berpuasa sekian hari.
Menegrjakan puasa nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada
hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada
hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia
bertanggung jawab mengqadhanya.
2.3
Puasa Sunnah
Adapun hari yang disunahkan berpuasa yang disepakati oleh para
ulama adalah hari Asyura sedangkan yang diperselisihkan oleh para ulam adalah
kesunahannya adalah puasa pada hari Arafah, puasa 6 hari hari pada bulan
syawal, dan. Puasa Asyura dasarnya adalah : Bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada
hari Asyura dan memerintahkan agar berpuasa pada hari itu
2.3.1
Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Bersumber
dari Ibnu Hajar Atsqolani, dari Abu Ayyub Anshari r.a sesungguhnya Rasulullah
Saw. Bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari pada bulan syawal, maka
seakan-akan dia berpuasa selama setahun” (HR.Muslim)[4]
2.3.2
puasa Pertengahan Tiap Bulan pada tanggal 13,14 dan 15
2.3.3
Puasa Hari Senin dan Hari Kamis
“Sesungguhnya
amal-amal manusia dilaporkan (kepada Allah )pada hari snein dan kamis. Lalu
Allah mengampuni setiap muslim atu setiap
mukmin,kecuali orang-orang ynag saling menjauh. Allah berkata,”
Tangguhkanlah untuk keduanya.”
2.3.4
Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
“
Rasulullah memerintahkan kepada kami agar kami berpuasa pada tiga hari setiap
putih setiap bulan, yakni tanggal tiga belas,empat belas dan lima belas. Beliau bersabda bahwa puasa pada hari-hari
tersebut adalah seperti puasa sepanjang tahun.
2.3.5
Puasa pada Hari-hari Tertentu di Bulan Muaharram
Abu
Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Ditanya tentang shalat paling
utama setelah shalat fardhu. Beliaumenjawab.
“Sahlat
pada waktu tengah malam,”
Beliau
ditanya lagi , “Kemudan apakah puasa yang paling utama setelah Ramadhan?”
Beliau menjawab,
“Puasa
pada bulan Allah yang kalian sebut dengan Muharram,”
Muslim meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas , dia berkata” Apabila
kamu sudah melihat bulan (tanggal satu) pada bulan Muharram bersipa-siaplah
untuk berpuasa pada tanggal sembilan. Aku bertanya “Apakah Muhammad Rasulullah
SAW waktu dulu berpuasa seperti itu?”dia menjawab Ya.
2.3.6
Puasa di Bulan Sya’ban
Rasulullah
saw. Mmeperbanyak ibadah puasa pada bulan sya’ban Aisyah r.a berkata,” Aku
tidak melihat melihat Rasulullah menyempurnakan puasa dalam suatu bulan ,
kecuali bulan Ramdhan dan aku tidak melihat beliau memperbnayk puasa dalam satu
blan, kecuali bulan Sya’ban.”
2.3.7
Puasa di Bulan-bulan Harm
Bulan-bulan
haram ( bulan-bulan yang dimuliakan ) adalah bulan Dzulqa’idah. Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab. Memperbanyak puasa pada bulan-bulan tersebut merupakan
suatu amal yang disunahkan .
2.3.8
Puasa Nabi Daud
Bersumber
dari Abdullah bin Amar r.a dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda :
“Sesunggunya puasa yang paling disukai oleh Allah Swt. Ialah puasa Nabi Daud
as.
2.3.9
Puasa Asyura
Abu Yaqub al-Anshari r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw.
Bersabda. .Riwayat lain menyebutkan ,” Bahwa ketika Rasulullah SAW berpuasa
pada hari Asyura dan beliau memerintahkan agarb para sahabat berpuasa pada hari
itu. Oleh karena itulah para ulama berbeda pendapat: Syafi’i mengkompromikan
hadis-hadis tersebut dengan berpendapat bahwa orang yang beribadah haji tidak
disunahkan berpuasa pada hari Arfah, sedangkan yang ridak melakukan ibadah haji
disunahkan pada hari tersebut.
2.4
Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa
Puasa tidak wajib atas orang kafir, orang gila, anak kecil, orang
sakit, musafir , perempuan yang mengalami haid, perempuan yang mengalami nifas,
perempuan hamil, dan perempuan menyusui. Sebagian mereka tidak wajib berpuasa
secara mutlak, seperti orang kafir dan orang gila. Sebagian mereka yang
diperintahkan oleh mereka untuk berpuasa, seperti anak kecil. Sebagian mereka
ada yang wajib berbuka, tapi wajib mengqadha puasa. Sebagian mereka ada yang
diberi keringanan untuk berbuka, tapi ia wajib membayar fidyah. Berikut ini
penjelasannya:
2.4.1
Orang Kafir dan Orang Gila
Puasa adalah ibadah islam hingga ia tidak wajib atas selain ornag
Isalam. Sementara ornag gila bukan orang gila bukan orang mukallaf karena ia
telah kehilangan akal yang merupakan alasan diterpkannya beban-beban
(kewajiban).
2.4.2
Anak Kecil
Meskipun anak kecil tidak wajib berpuasa, tapi walinya wajib
memerintahkannya untuk berpuasa agar terbiasa melakukan nya sejak kecil selama
ia mampu.selain itu kami memerintahkan anak-anak kecil kami untuk berpuasa,kami
pergi kemesjid dan membuatkan anak-anak kecil itu mainan dari wol.jika salah
seorang di antara mereka menangis karna kelaparan,kami berikan mainan itu
kepadanya sehingga ia tidak jadi menangis, sampai waktu berbuka
2.4.3
Orang yang Diizinkan Berbuka dan
Wajib Membayar Fidyah
Orang yang mendapat keringanan untuk berbuka adalah ornag
tua,perempuan yang lemah,orang sakit yang sulit diharap kesembuhannya, dan para
pekerja berat yang tidaka mendapat penghasilan selain dari pekerjaa tersebut.
Mereka semua diperbolehkan berbuka jika puasa amat memberatkan mereka. Namun,
sebagai gantinya mereka wajib memeberi makan untuk setiap hari orang miskin.
Orang sakit sulit diharapkan kesembhannya dan ia amat keberatan
untuk melakukan puasa ama seperti hukum orang renta. Begitu juga para pekerja
berat.perempuan hamil dan perempuan menyusui jika menghawatirkan konsdisi
dirinya atau anaknya bila ia berpuasa, maka ia diperbolehkan untuk berbuka.
Sebagai gantinya ia wajib membayar fidyah, tapi tidak wajib menggati puasa
menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
2.4.5
Orang yang Diiznkan Berbuka dan Wajib Mengqadha
Orang sakit yang kesmbuhannya dapat diharapkan dan orang yang
sedang dalam perjalanan boleh berbuka, tapi wajib menggantinya. Sakit yang
membolehkan seseorang untk tidak berpuasa adalah sakit parah yang bertambah
parah jika berpuasaatau dikhawatirkan memperlambat kesembuhan.
Musafir orang yang dalam bepergian dalam mengqhada puasanya
1.
Sebagian
ulama berpendapat qadha dengan berturut-urut-turut
2.
Sebagian
lagi tidak mewajibkan qadha dengan berturu-turut
3.
Sebagian
yang lain berpendapat boleh memilih antara qahda berturut-turut atau dengan
tidak.
Menurut pendapapat yang benar, orang sehat yang khawatir dirinya
sakit jika berpuasa, maka boleh tidak berpuasa sebagaimana orang sakit. Begitu
juga ornag yang sangat lapar atau sangat haus yang khawatir dirinya sakit berat
atau mati, wajib berbuka walaupun ia adalah orang sehat dan tidak dalam
perjalanan. Akan tetapi,ia wajib qadha.[5]
2.4.6
Orang yang Wajib Berbuka dan Mengqadha Puasa
Para ahli fiqih telah sepakat bahwa perempuan yang sedang mengalami
haid atau nifas tidak boleh berpuasa. Apabila ia tetap berpuasa, puasanya tidak
sah dan batal. Hari-hari puasa yang ditinggalkan selama haid atau nifas wajib
ia ganti. Aisyah r.a berkata,”kami mengalami haid pada masa Rasulullah. Kami
diperintahkan untuk qhada puasa dan tidak diperintahkan mengqhada shalat.[6]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan :Al-qur’an menggunakan kata shiyam sebanyak delpaan kali,
kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-qur’an
juga menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri ntk tidak
berbicara. Aapun menurut istilah adalah menahan diri dari segala hal
yangmembatalkan puasa, yatu mulai dari fajar hingga matahari terbenam, dan disertai
dengan niat
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk
melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang
lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari
orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya
mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah
kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana
telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali
meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari
langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.
3.2
Kritik dan Saran
Penulis sangat menyadari
bahwasanya makalah ini dalam penjabaran materi masih banyak kekurangan dan
kesalahan.
Untuk itu kami {penulis} mengharapkan kritik
dan saran yang membangun serta mengarahkan penulis untuk dapat mengetahui
kekurangan maupun kelebihannya, sehingga kita dapat sama-sama mempelajari dan
membahas untuk mengasah kita menjadi orang yang berilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiq,Sayid
Muhammad.Fiqih Sunnah 2.2013.Tinta Abadi Gemilang
Syafrida,
M.Ag.2015.Fikih Ibadah.Pekanbaru:CV.Mutiara Pesisir Sumatra
Syakir,
Syaikh Ahmad Muhammad.2012.Al-Muhalia.Jakarta:Pustaka Azzam
Rusyd
Ibnu.2006.Bidayatul Mujtahid 1.Jakarta:Pustaka Azzam
[1] Muhammad Sayyid
Sabiq.Fiqih Sunnah.(Tinta Abadi Gmilang.2013).hlm.189
[2] Ibnu
Rusyd.Bidayatul Mujtahid.(jakarta:Pustaka AZZAM.2006).hlm.597
[3] Depag.Fiqih
Ibadah.2003.hlm.12
[4]Ibnu Haajar
Atsqolani.Tarjamah Hadits Bulughul Maram.(Bandung:Gema Risalah Press.19954).hlm.227
[5] Muhammad Sayyid
Sabiq.Fiqih Sunnah.(Tinta Abadi Gmilang.2013).hlm.220
[6]Op.cit 224