Jumat, 22 April 2016

MAKALAH PUASA



PUASA

DI SUSUN

 NEILA RAHMA ARFINA : 11542204226

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING 
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASYIM RIAU

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung.
            Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, macam-macam puasa, siapa yang diperbolehkan tidak bepuasa,

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dapat diruskan permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa saja  puasa wajib?
2.      Apa saja puasa sunnah?
3.      Siapa sajakah yang dibolehkan untuk tidak berpuasa?


1.3  Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Agar ummat islam selalu melaksanakan ibadah puasa dengan baik dan benar.
2.       Bisa  melaksanakan puasa dengan ikhlas
3.       Untuk mengetahui semua hal yang membahas tentang puasa dan bersangkut paut dengan puasa

1.4  Manfaat

1.      Menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi pembaca dan penulis dalam pemahamannya dalam puasa
2.      Menjadikan faham dan tahu berpuasa yang benar dan apa-apa saja yang diajurkan










BAB II
PEMBAHASAN
                                                PUASA
2.1 Puasa
            Al-qur’an menggunakan kata shiyam sebanyak delpaan kali, kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-qur’an juga menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri ntk tidak berbicara. Aapun menurut istilah adalah menahan diri dari segala hal yangmembatalkan puasa, yatu mulai dari fajar hingga matahari terbenam, dan disertai dengan niat.[1]
            Puasa dalam syariat Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terkait waktu, yaitu puasa Ramadhan selama sebulan. Puasa yang wajib karena ada illat, seperti puasa sebagai kafarat. Dan seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yitu nadzar. Dari tiga macam puasa wajib ini , hanya puasa yang termuat dalam bab kafarat, dan puasa nadzar dibahas dalam bab nadzar.
2.2 Puasa Wajib
2.2.1 Puasa Ramadhan
            Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan Al-Quran , hadis dan ijma’ ulama. Adapun dalil Al-Qur’an, yaitu Firman Allah SWT :
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
183.  Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Adapun siapa yang diwajibkan berpuasa tanpa diberikan pilihan adalah:
1.      Beragama Islam
2.      Sudah Baligh
3.      Berakal Sehat
4.      Sanggp berpuasa
5.      Tidak ada sesuatu yang menghalanginya berpuasa, yakni haid bagi wanita.
Rukun Puasa
            Ada tiga rukun yang dua disepakati oleh para ulama dan satu diperselisihkan.
1.      Waktu berpuasa
2.      Menghindari dari hal-hal yang membatalkan puasa
3.      Niat
Rukun pertama : yaitu waktu yang menjadi dua bagian  Pertama, waktu yang mewajibkan , yaitu bulan Ramadhan. Kedua , waktu yang mencegah seseorang melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, yaitu siang hari pada bulan ramadhan.
Rukun kedua : menhan diri dari segala hal yang membatalkan puasa. Para ulama telah sepakat bahwa orang yang berpuasa wajib menahan diri untuk makan, minum, dan bersetubuh, berdasarkn firman Allah SWT. Namun mereka berbeda pendapat dalam beberapa hal : ada yang manthuq (yang telah disepakati). Termasuk yang maskur( yang telah diucapkan) diantaranya :  masuknya benda bukan makanan dan minuman ke dalam perut, masuknya benda ke tubuh tanpa melalui lubang jasad manusia, seperti menyuntikkan atau injeksi, dan masuknya benda ke dalam tubuh bukan daerah perut, seprti melalui kepala yang dapat meresap ke otak. Mazhab Malik menetapkan bahwa orang berpuasa wajib menahan diri dari masuknya sesuatu ke kerongkongan dari jalur manapun tidak peduli apakah sesuatu itu memberikan gizi atau tidak.[2]
            Menegnai selain makanan dan minuman, para ulama seputar selain Malik berpendapat bahwa orang yang berpuasa lalu berciuman, jika sampai keluar sperma maka puasanya batal, jika hanya  keluar madzi puasnya tidak batal. Dan para ulama berbeda pendapat dalam hal ciuman :
1.      Sebagian ulama membolehkan
2.      Sebagian yang lain memakruhkan  bagi orang yang muda dan memboleh untuk orang yang sudah tua
3.      Sebagian ulama lain memakruhkan secara mutlak.
Adapun tentang bekam dan muntah .
1.      Ahmad ,Daud, Al-Auza dan Ishaq bin Rahawaih, berpendapat bahwa bekam membatalkan puasa dan menahan diri dari tidak berbekam hukumnya wajib saat dalam berpuasa.
2.      Malik, Syafi’i, dan Ats-Tsauri berpendapat bahwa bekam bagi orang yang berpuasa adalah makruh, namun tidak membatalkan puasnya.
3.      Abu hanifah dan pengikutnya berpendapat bahwa bekam bagi orang yang berpuasa adalah tidak makruh , namun tidak membatalkan puasanya.
Adapun tntang muntah
1.      Jumhur ulama berpendapat apabila muntah tanpa disengaja maka tidak membatalkan puasa, kecuali Rabiah’ah berpendapat batal puasanya.
2.      Apabila sengaja muntah, maka menurut jumhur ulama batal puasanya, kecuali Thawas yang berpendapat tidak batal.
Rukun ketiga :Niat
Niat dalam puasa bisa dipandamg dari berbagai segi, antara lain:
1.      Apakah niat itu sebagai syarat sahnya puasa atau tidak?
2.      Jika memang sebagai syarat sahnya puasa, haruskah niat puasanya ditentukan?
3.      Haruskah niat tersebut diulang setiap hari, ataukah cukup sekali niat diawal bulan Ramadhan?
4.      Kapan waktu niatt yang menjadikan puasa itu sah?
5.      Batalkah puasa seseorang apabila niatnya tidak tepat waktu?
6.      Jika samai tidak  niat, batlkah  puasanya? Dna bolehkah makan atau minum?

Para ulama berbeda pendapat tentang masalah-masalah diatas.
1.      Jumhur ulama berpendapat bahwa niat menjadi syarat sah puasa
2.      Sebgian ulama berpendapat bahwa syadz, bahwa puasa Ramdhan tidak memerlukan niat, kecuali bagi orang-orang sakit dan musafir yang ingin berpuasa di bulan Ramdhan.
Menentukan niat dalam berpuasa Ramadhan ulama juga berbeda pendapat:
1.      Malik berpendapat bahwa menentukan niat puasa Ramadhan, dan tidak boleh berniat puasa secara mutlak dan tiak boleh berniat puasa selain puasa Ramadhan.
2.      Abu hanifah berpendapat cukup dengan niat berpuasa secar mutlak, tanpa harus menentukan puasa Ramadhan. Seandainya berniat untuk puasa selain Ramadhan pun otomatis statusnya menjadi puasa Ramadhan, kecuali musafir. Pabila musafir pada bulan Ramadhan berniat menegrjakan puasa selain puasa Ramadhan, maka puasanya sesuai dengan niat. Karena dia tidak berkewajiban menjalani puasa Ramadhan.

Para ulam berpendapat mengenai waktu niat:
1.      Malik berpendapat bahwa puasa niatnya sebelum fajar, untuk segala macam puasa.
2.      Sayfi’i berpendapat bahwa pusa wajib niatnya sebelum fajar, danpuasa sunnah boleh niat sesudah fajar.
3.      Abu Hanifah berpendapat boleh berniat sesudah fajar untuk puassa wajib yang waktunya sudah ditentukan , seperti puasa Ramadhan puasa nazar pada hari-hari yang sudah ditentukan sebelumnya.  Demikian pula puasa sunnah. Sedangkan puasa wajib yang tidak terikat dengan waktu tertentu tidak boleh niat sesudah fajar, seperti puasa  qadha yang wajib.
2.2.2 Puasa Kafarat
            Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau atau kelalaian dalam melaksanakan satu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya spaya dosanya dihapusakn, bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain:
a.       Apabila seorang melanggar sumpah dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksankan puasa selama tiga hari.
b.      Apabila seorang secara sengaja membunuh seorang mukmin membayar uang darah (tebusan) atau memerdekakan rqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut.
c.       Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan , ia harus membayar kafart dengan berpuasa lagi sampai genap60 hari.
d.      Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji sbersama-sama dengan umroh , lalu tidak mendapatkan binatang kurban, maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut,(tahallul) ia harus berpuasa selama 3 hari.[3]

2.2.3 Puasa Nazar
            Adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Allah , begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah Saw,melainkan manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Allah telah menganugrahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan maka ia berpuasa sekian hari. Menegrjakan puasa nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab mengqadhanya.
2.3  Puasa Sunnah
Adapun hari yang disunahkan berpuasa yang disepakati oleh para ulama adalah hari Asyura sedangkan yang diperselisihkan oleh para ulam adalah kesunahannya adalah puasa pada hari Arafah, puasa 6 hari hari pada bulan syawal, dan. Puasa Asyura dasarnya adalah : Bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan agar berpuasa pada hari itu
2.3.1        Puasa Enam Hari di Bulan Syawal
Bersumber dari Ibnu Hajar Atsqolani, dari Abu Ayyub Anshari r.a sesungguhnya Rasulullah Saw. Bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari pada bulan syawal, maka seakan-akan dia berpuasa selama setahun” (HR.Muslim)[4]
2.3.2        puasa Pertengahan Tiap Bulan pada tanggal 13,14 dan 15
2.3.3        Puasa Hari Senin dan Hari Kamis
“Sesungguhnya amal-amal manusia dilaporkan (kepada Allah )pada hari snein dan kamis. Lalu Allah mengampuni setiap muslim atu setiap  mukmin,kecuali orang-orang ynag saling menjauh. Allah berkata,” Tangguhkanlah untuk keduanya.”
2.3.4        Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
“ Rasulullah memerintahkan kepada kami agar kami berpuasa pada tiga hari setiap putih setiap bulan, yakni tanggal tiga belas,empat belas dan lima belas.  Beliau bersabda bahwa puasa pada hari-hari tersebut adalah seperti puasa sepanjang tahun.
2.3.5        Puasa pada Hari-hari Tertentu di Bulan Muaharram
Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Ditanya tentang shalat paling utama setelah shalat fardhu. Beliaumenjawab.
“Sahlat pada waktu tengah malam,”
Beliau ditanya lagi , “Kemudan apakah puasa yang paling utama setelah Ramadhan?” Beliau menjawab,
“Puasa pada bulan Allah yang kalian sebut dengan Muharram,”
Muslim meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas , dia berkata” Apabila kamu sudah melihat bulan (tanggal satu) pada bulan Muharram bersipa-siaplah untuk berpuasa pada tanggal sembilan. Aku bertanya “Apakah Muhammad Rasulullah SAW waktu dulu berpuasa seperti itu?”dia menjawab Ya.
2.3.6        Puasa di Bulan Sya’ban
Rasulullah saw. Mmeperbanyak ibadah puasa pada bulan sya’ban Aisyah r.a berkata,” Aku tidak melihat melihat Rasulullah menyempurnakan puasa dalam suatu bulan , kecuali bulan Ramdhan dan aku tidak melihat beliau memperbnayk puasa dalam satu blan, kecuali bulan Sya’ban.”
2.3.7        Puasa di Bulan-bulan Harm
Bulan-bulan haram ( bulan-bulan yang dimuliakan ) adalah bulan Dzulqa’idah. Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Memperbanyak puasa pada bulan-bulan tersebut merupakan suatu amal yang disunahkan .
2.3.8        Puasa Nabi Daud
Bersumber dari Abdullah bin Amar r.a dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda : “Sesunggunya puasa yang paling disukai oleh Allah Swt. Ialah puasa Nabi Daud as.
2.3.9        Puasa Asyura
Abu Yaqub al-Anshari r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Bersabda. .Riwayat lain menyebutkan ,” Bahwa ketika Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan beliau memerintahkan agarb para sahabat berpuasa pada hari itu. Oleh karena itulah para ulama berbeda pendapat: Syafi’i mengkompromikan hadis-hadis tersebut dengan berpendapat bahwa orang yang beribadah haji tidak disunahkan berpuasa pada hari Arfah, sedangkan yang ridak melakukan ibadah haji disunahkan pada hari tersebut.
2.4  Orang Yang Boleh Tidak Berpuasa
Puasa tidak wajib atas orang kafir, orang gila, anak kecil, orang sakit, musafir , perempuan yang mengalami haid, perempuan yang mengalami nifas, perempuan hamil, dan perempuan menyusui. Sebagian mereka tidak wajib berpuasa secara mutlak, seperti orang kafir dan orang gila. Sebagian mereka yang diperintahkan oleh mereka untuk berpuasa, seperti anak kecil. Sebagian mereka ada yang wajib berbuka, tapi wajib mengqadha puasa. Sebagian mereka ada yang diberi keringanan untuk berbuka, tapi ia wajib membayar fidyah. Berikut ini penjelasannya:
2.4.1        Orang Kafir dan Orang Gila
Puasa adalah ibadah islam hingga ia tidak wajib atas selain ornag Isalam. Sementara ornag gila bukan orang gila bukan orang mukallaf karena ia telah kehilangan akal yang merupakan alasan diterpkannya beban-beban (kewajiban).
2.4.2        Anak Kecil
Meskipun anak kecil tidak wajib berpuasa, tapi walinya wajib memerintahkannya untuk berpuasa agar terbiasa melakukan nya sejak kecil selama ia mampu.selain itu kami memerintahkan anak-anak kecil kami untuk berpuasa,kami pergi kemesjid dan membuatkan anak-anak kecil itu mainan dari wol.jika salah seorang di antara mereka menangis karna kelaparan,kami berikan mainan itu kepadanya sehingga ia tidak jadi menangis, sampai waktu berbuka
2.4.3        Orang yang Diizinkan Berbuka dan Wajib Membayar Fidyah
Orang yang mendapat keringanan untuk berbuka adalah ornag tua,perempuan yang lemah,orang sakit yang sulit diharap kesembuhannya, dan para pekerja berat yang tidaka mendapat penghasilan selain dari pekerjaa tersebut. Mereka semua diperbolehkan berbuka jika puasa amat memberatkan mereka. Namun, sebagai gantinya mereka wajib memeberi makan untuk setiap hari orang miskin.
Orang sakit sulit diharapkan kesembhannya dan ia amat keberatan untuk melakukan puasa ama seperti hukum orang renta. Begitu juga para pekerja berat.perempuan hamil dan perempuan menyusui jika menghawatirkan konsdisi dirinya atau anaknya bila ia berpuasa, maka ia diperbolehkan untuk berbuka. Sebagai gantinya ia wajib membayar fidyah, tapi tidak wajib menggati puasa menurut Ibnu Umar  dan Ibnu Abbas.
2.4.5        Orang yang Diiznkan Berbuka dan Wajib Mengqadha
Orang sakit yang kesmbuhannya dapat diharapkan dan orang yang sedang dalam perjalanan boleh berbuka, tapi wajib menggantinya. Sakit yang membolehkan seseorang untk tidak berpuasa adalah sakit parah yang bertambah parah jika berpuasaatau dikhawatirkan memperlambat kesembuhan.
Musafir orang yang dalam bepergian dalam mengqhada puasanya
1.      Sebagian ulama berpendapat qadha dengan berturut-urut-turut
2.      Sebagian lagi tidak mewajibkan qadha dengan berturu-turut
3.      Sebagian yang lain berpendapat boleh memilih antara qahda berturut-turut atau dengan tidak.
Menurut pendapapat yang benar, orang sehat yang khawatir dirinya sakit jika berpuasa, maka boleh tidak berpuasa sebagaimana orang sakit. Begitu juga ornag yang sangat lapar atau sangat haus yang khawatir dirinya sakit berat atau mati, wajib berbuka walaupun ia adalah orang sehat dan tidak dalam perjalanan. Akan tetapi,ia wajib qadha.[5]
2.4.6        Orang yang Wajib Berbuka dan Mengqadha Puasa
Para ahli fiqih telah sepakat bahwa perempuan yang sedang mengalami haid atau nifas tidak boleh berpuasa. Apabila ia tetap berpuasa, puasanya tidak sah dan batal. Hari-hari puasa yang ditinggalkan selama haid atau nifas wajib ia ganti. Aisyah r.a berkata,”kami mengalami haid pada masa Rasulullah. Kami diperintahkan untuk qhada puasa dan tidak diperintahkan mengqhada shalat.[6]


















BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dapat disimpulkan :Al-qur’an menggunakan kata shiyam sebanyak delpaan kali, kesemuanya dalam arti puasa menurut pengertian hukum syariat. Sekali Al-qur’an juga menggunakan kata shaum, tetapi maknanya adalah menahan diri ntk tidak berbicara. Aapun menurut istilah adalah menahan diri dari segala hal yangmembatalkan puasa, yatu mulai dari fajar hingga matahari terbenam, dan disertai dengan niat
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.
3.2  Kritik dan Saran
      Penulis sangat menyadari bahwasanya makalah ini dalam penjabaran materi masih banyak kekurangan dan kesalahan.
      Untuk itu kami {penulis} mengharapkan kritik dan saran yang membangun serta mengarahkan penulis untuk dapat mengetahui kekurangan maupun kelebihannya, sehingga kita dapat sama-sama mempelajari dan membahas untuk mengasah kita menjadi orang yang berilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Sabiq,Sayid Muhammad.Fiqih Sunnah 2.2013.Tinta Abadi Gemilang
Syafrida, M.Ag.2015.Fikih Ibadah.Pekanbaru:CV.Mutiara Pesisir Sumatra
Syakir, Syaikh Ahmad Muhammad.2012.Al-Muhalia.Jakarta:Pustaka Azzam
Rusyd Ibnu.2006.Bidayatul Mujtahid 1.Jakarta:Pustaka Azzam



[1] Muhammad Sayyid Sabiq.Fiqih Sunnah.(Tinta Abadi Gmilang.2013).hlm.189
[2] Ibnu Rusyd.Bidayatul Mujtahid.(jakarta:Pustaka AZZAM.2006).hlm.597
[3] Depag.Fiqih Ibadah.2003.hlm.12
[4]Ibnu Haajar Atsqolani.Tarjamah Hadits Bulughul Maram.(Bandung:Gema Risalah Press.19954).hlm.227
[5] Muhammad Sayyid Sabiq.Fiqih Sunnah.(Tinta Abadi Gmilang.2013).hlm.220
[6]Op.cit  224